Esensi dan Eksistensi Mahasiswa dalam Literasi
Penulis
: Yoga Putra Pertama
Kata literasi
masih terdengar asing bagi sebagian kalangan mahasiswa. Sejatinya antara
literasi dengan mahasiwa itu berkaitan erat. Literasi yaitu keberaksaraan;
mulai dari membaca, berdiskusi serta membuat tulisan. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa literasi adalah
tubuh para elit intelektual. Mahasiswa yang digadang-gadang sebagai agent of
change dan kaum intelektual yang dipercaya oleh masyarakat
untuk melakukan perubahan tatanan kehidupan ke arah yang lebih baik. Mereka
yang disebut “mahasiswa” memerlukan banyak modal dan persiapan matang untuk
menjadi insan yang berkredibilitas tinggi. Hal demikian dapat dicapai dengan
membudayakan literasi dalam setiap napas kehidupan mahasiswa.
Sebagai icon intelektual, mahasiswa diharapkan menjadi garda
terdepan dalam merealisasikan budaya literasi. Minimal budaya literasi perlu
terlihat dalam keseharian seorang mahasiswa. Namun ekspektasi tersebut jauh
dari realita. eksistensi mahasiswa kian jauh dari aktivitas literasi yang
diharapkan. Kehidupan mahasiswa sudah terjerambab dalam jebakan era komunikasi
yang serba canggih. Seperti Lahirnya media sosial Facebook, Twitter,
Instagram dan aplikasi pesan online Whatshapp, Line, WeChat kini
telah menyeret budaya literasi jauh dari kehidupan mahasiswa. Bahkan separuh aktivitas
mahasiswa terlalu sibuk dengan
genggamannya”gadget”.
Potret Literasi kampus.
Kampus seharusnya menjadi lingkungan strategis untuk merealisasikan
budaya literasi. Namun kenyataannya literasi di kalangan mahasiswa masih cukup
rendah. Hal ini terbukti dengan keadaan perpustakaan dijadikan tempat nongkrong
atau cuman dimanfaatkan ketika ada tugas dari dosen saja, kemudian kegiatan diskusi
dan riset sudah kian jauh dari kehidupan mahasiswa. Namun terkait masalah
tersebut tidak bisa kita menyalahkan mahasiswa secara totalitas, disisi lain
ketersediaan buku di berbagai perpustakaan masih terbatas dan ada juga sebagian
kampus yang belum menyediakan wadah untuk mahasiswa berekspresi dibidang
literasi.
Budaya literasi yang sempat terpuruk itu perlu dikembalikan kepada
panggilan idealnya Mahasiswa,. Saya dan anda diajak untuk kembali menjelaskan
identitas kemahasiswaan kita dengan pemupukan budaya literasi di berbagai
lingkungan sosial. Terutama di lingkungan Kampus.
Seberapa Pentingkah Literasi?
Mahasiswa sebagai peserta didik hierarki pendidikan tertinggi tentu
membutuhkan beragam sumber buku untuk menunjang perkuliahannya. Sejatinya seorang
mahasiswa diharapkan memiliki intelktualitas yang arif. Maksudnya ialah mampu
mempergunakan ilmu pengetahuannya agar bermanfaat bagi orang lain dan
lingkungan. Bermanfaat dalam hal ini adalah bisa memberikan sumbangsih
pengetahuan yang didapat bagi orang-orang sekitar. Menerapkan ilmu pengetahuan
yang didapat dengan membaca juga menjadi manfaat dari membaca.
Literasi tidak hanya membaca. Ada ranah lain yang berhubungan
dengan literasi. Menulis dan berargumentasi. Menulis menjadi hal penting bagi
mahasiswa. Tugas dan kewajiban dari mahasiswa tidak bisa terlepas dari menulis
seperti hal nya membuat makalah, menganalisis, esai, resume dan juga tugas akhir (skripsi). Semua hal itu
tentu membutuhkan keahlian dan kepandaian dalam menulis.
Menulis tidak hanya menorehkan kata-kata ke dalam sebuah media.
Namun, ada hal yang lebih kompleks dari itu.
Butuh proses berpikir dan sistematika dalam menulis suatu hal. Mahasiswa
seyogyanya bisa memiliki gaya tulisan yang tidak sama dengan siswa sekolah.
Perlu ada alur atau logika berpikir dalam membuat sebuah tulisan. Banyak orang
pandai dan memiliki banyak pengetahuan saat ini. Namun, semua itu akan sia-sia
dan sirnah bila ia tidak menulis.
Teman-teman pejuang sarjana saat ini kita selaku mahasiswa
benar-benar perlu mengembalikan identitas mahasiswa dan menujukkan eksisetensi
kemahasiswaan dalam menumbuhkan serta meningkatkn budya literasi. Setidak nya
kita mulai meningkatkn minat baca, melaksanakan diskusi ringan, serta membuat
tulisan-tulisan yang berfaedah. Sehingga
budaya literasi terlihat dalam keseharian mahasiswa serta bisa meransang
penalaran kritis mahasiswa dan kita juga mampu menyampaikan gagasan melalui
tulisan dengan tanpa melakukan damonstrasi “anarkis”.
Diakhir tulisan
ini saya ingin menyampaikan.
Membacalah
supaya engkau tidak lupa.
Menulislah
supaya engkau tidak dilupakan.
Leave a Comment